Bahas Buku Muhasabah karya Fahrudin Faiz; Introspeksi Diri Dengan Cara Yang Kalcer
Bahas Buku Muhasabah karya Fahrudin Faiz; Introspeksi Diri Dengan Cara Yang Kalcer
| Cover buku Muhasabah karya Fahrudin Faiz |
Membaca buku-buku karya Fahrudin Faiz nyaris seperti memakan daging yang tidak ada tulangnya; daging semua.
Hal itulah yang barangkali saat pertama kali mencicipi buku karya Fahrudin Faiz yang berjudul 'Muhasabah', sebuah buku yang saya dapat sehabis bertanya pada forum beliau di Jogja Book Fair (dan menukar bukunya dengan seorang cewek yang tidak sempat saya ambil nomor Whatsappnya -_-).
Buku Muhasabah karya Fahrudin Faiz menjelaskan tentang bagaimana merenungi diri dan sebisa mungkin kembali kemudian istiqomah di jalan Allah sampai tiba pada titik puncak agama, yaitu ikhlas.
Pak Fahrudin Faiz merangkum muhasabah dalam empat poin utama dalam bukunya, yaitu taubat, istiqomah, karamah, dan ikhlas. Keempat poin ini merupakan sub poin dari tema besarnya yang berjudul Muhasabah.
Apa sih Muhasabah itu?
Secara sederhana muhasabah adalah introspeksi diri. Dalam penjelasan yang lebih luas, muhasabah menurut Fahrudin Faiz adalah mata rantai untuk memahami diri sendiri, keinginan, pengambilan keputusan, dan pilihan tindakan yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran diri, mendorong pertumbuhan pribadi, meningkatkan kecerdasan emosional, meningkatkan pengambilan keputusan, dan berkontribusi pada kesejahteraan secara keseluruhan.
Seberapa penting Muhasabah itu?
Pak Fahrudin Faiz menjelaskan bahwa orang yang bermuhasabah memiliki beberapa karakter dalam dirinya, yang diantaranya adalah; satu, dia adalah seorang muslih, orang yang sadar dan senantiasa melakukan kebaikan. Kedua, ia adalah seorang mutaallim, pembelajar yang tidak pernah berhenti membaca dan mengkaji, khususnya membaca dirinya sendiri. Ketiga, ia adalah seorang yang shidiq, yang jujur akan keberadaan dan kenyataan dirinya. Keempat, ia adalah seorang mudabbir, yang mampu mengontrol dan mengendalikan hidupnya sesuai nilai dan norma yang diyakini.
Begitulah. Secara sederhana muhasabah adalah merenungi kembali yang kemudian disertai dengan upaya memperbaiki diri.
Pada buku ini, hal tersebut dapat diketahui bagaimana untuk melakukan muhasabah diawali dengan hal yang paling krusial terlebih dahulu; taubat.
Taubat Menurut Fahrudin Faiz
Taubat dalam artian yang sederhana bermakna kembali ke jalan Allah dan berupaya tidak melakukan dosa yang dilakukan sebelumnya kembali.
Taubat, kata Fahrudin Faiz berasal dari bahasa Arab, yaitu taba-yatubu-taubatan. Lebih lanjut secara maknawi taubah berarti raja'a yang berarti kembali, pun ada beberapa sinonim yang serupa dengan taubah, yaitu inabah dan aubah. Taubat berarti kesesatan menuju ketaatan, inabah berarti yang baik menuju lebih baik, dan aubah berarti hati yang selalu menghadapkan diri dan membulatkan hati kepada Allah.
Berdasarkan pengertian tersebut, tidak salah mengatakan bahwa taubat adalah upaya diri untuk melakukan metamorfosis dari yang buruk menuju hal yang baik dan terus mencoba meningkatkan kebaikan itu dengan niat kembali kepada Allah.
Dalam melakukan taubat, pak Faiz memberikan resep takhalli, tahalli, tajalli, yang bermakna;
- Takhalli; mengosongkan diri dari sifat buruk dan tercela.
- Tahalli; menghiasi diri dari sifat mulia dan terpuji.
- Tajalli; Jiwa yang dikaruniai 'Nur' (Hasil dari takhalli dan tajalli)
Mengutip Imam Al-Ghazali, pak Faiz menjelaskan terdapat tiga variabel taubat, yaitu; ilmu, hal, dan amal.
Ilmu adalah pengetahuan kita tentang mana yang buruk dan baik, mana yang maksiat dan tidak, mana yang boleh dan tidak boleh.
Akhwal atau hal adalah kondisi jiwa yang menyesal. Dan amal; perbuatan.
Ketika kita sudah bertaubat, maka hal yang perlu kita lakukan adalah istiqomah.
Istiqomah Menurut Fahrudin Faiz
Istiqomah adalah sebuah upaya kita terus menerus berada di jalan kebaikan. Istiqomah pun memiliki karakternya sendiri, misalnya bahwa niatnya mesti kepada Allah dan bukan selain daripada-Nya.
Bilamana niatnya bukan kepada Allah, misal, kita istiqomah pergi ke masjid karena ada perempuan yang kita mau ada di masjid itu, maka itu bukan istiqomah. Artinya, niat awal kita istiqomah adalah hanya untuk Allah, bukan yang lain.
Kendati istiqomah maqom atau tingkatannnya dibawah karamah, namun istiqomah nyatanya lebih kuat dari karomah, sebagaimana kata hadis istiqomatu hairu min alfi karomah (Istiqomah lebih baik daripada 1000 karomah).
Mengapa demikian?
Pertama, perlu mengetahui definisinya terlebih dahulu. Secara bahasa istiqomah berasal dari kata istiqoma-yastaqimu-istiqooman. istaqoma memiliki makna berusaha berdiri secara tegap. Karenanya, dapat diartikan bahwa orang yang konsisten berarti adalah orang yang istiqomah.
Dr. Fahrudin Faiz mengatakan bahwa istiqomah adalah pendirian keyakinan yang kuat, kemudian dijalankan secara terus menerus, demi tujuan tertentu, dan dilakukan secara mantap. Karenanya, meski dijalankan terus menerus tetapi tidak ada keyakinan, maka bukan istqiomah. Pun juga, jika tidak ada tujuan maka bukan juga istiqomah.
Karamah Menurut Fahrudin Faiz
Karamah adalah kelebihan. Dalam artian yang lebih luas, pak Faiz menjelaskan bahwa karamah adalah kelebihan yang diberikan kepada para wali.
Fahrudin Faiz dalam buku Muhasabah menjelaskan bahwa karamah merupakan bagian dari khawariq al-adah yang berarti; sesuatu yang sama atau berbeda, menyala, atau menyalahi adat dari biasanya yang normal.
Sayangnya, di Indonesia hal ini terlalu umum. Misalnya saja mukjizat sebenarnya khawariq al-adah yang diberikan kepada nabi. Di Indonesia, makna mukjizat adalah rasa umum. Contoh, ada orang tabrakan fatal dan ternyata masih hidup, kita cenderung menyebutnya mukjizat.
Mukjizat sebenarnya adalah khawariq al-addah yang hanya diberikan kepada nabi, dan karamah, diberikan kepada kekasih-kekasih Allah. Lalu, bagaimana dengan mereka yang bukan nabi dan bukan pula wali Allah?
Pak Fahrudin menjelaskan beberapa ragam dari khawariq al-addah, yaitu kelebihan untuk mereka yang orang biasa disebut ma'unah. Kepada wali disebut karamah. Kepada calon nabi disebut irhas. Kepada nabi disebut mukjizat. Ini adalah khawariq al-adah yang positif.
Namun, ada juga khawariqul a-adah yang negatif, yaitu istidraj, sihir, dan ihaanah. Istidraj adalah kelebihan yang diberikan Allah Swt. kepada orang negatif agar mereka tidak sadar dan berada pada jalan yang salah. Sihir adalah kelebihan yang dimiliki orang-orang tertentu, cenderung mendapatkannya dari selain Allah Swt. dan Ihaanah adalah peristiwa luar biasa yang menghinakan orang tersebut.
Hal inilah yang menjadikan karamah tidak lebih baik daripada istiqomah. Karamah diibaratkan reward atau hasil, sementara istiqomah diibaratkan proses. Karamah bisa saja kebaikan, tetapi bisa juga adalah ujian; tidak ada yang tahu kecuali Allah.
Ikhlas Menurut Fahrudin Faiz
Tingkatan tertinggi daripada Muhasabah adalah ikhlas. Ia adalah puncak dari keberagamaan seorang hamba kepada Allah Swt.
Lalu apakah ikhlas itu?
Ikhlas sejatinya berasal dari bahasa Arab; akhlasa-yukhlisu-ikhlasan. Maknanya adalah murni, tidak tercampur, bersih, dan jernih. Tulis pak Fahrudin Faiz, jika digabungkan dengan hati maka maknanya adalah bersihnya hati dari yang selain Allah dan yang diridhai-Nya.
Sayangnya, kalimat ikhlas di Indonesia memiliki makna yang berbeda, bahkan seringkali erat dengan kata 'melepaskan', contoh; ikhlaskan saja cowok itu. Seolah ikhlas adalah perkara melepaskan, padahal maknanya berbeda jauh.
Mengapa ikhlas adalah puncak agama?
Karena orang ikhlas memiliki lima komponen utama dalam dirinya, yaitu: zuhud, warak, syukur, sabar, dan tawakal. Zuhud adalah tidak terikat dengan dunia, baik itu harta dan bahkan pujian manusia. Wara' adalah sikap kehati-hatian, bersikap mengendalikan diri di segala kondisi. Syukur adalah keadaan sadar bahwa apapun yang diraih disebabkan oleh Allah Swt. Sabar adalah kondisi tetap dijalan Allah Swt. walau diuji suka dan duka, hematnya, tangguh. dan kelima, Tawakkal, yaitu memasrahkan diri kepada Allah Swt.
Ikhlas pada akhirnya adalah tentang 'keterbebasan' kita dari hal-hal yang diluar kita sehingga pada akhirnya hanya kita dan Allah yang masih tersisa. Jika karomah masih terikat dengan validasi, ikhlas tidak. Ikhlas adalah persoalan ibadah tanpa lagi mengharapkan surga-neraka, melainkan karena cinta.
Review Buku Muhasabah karya Fahrudin Faiz
Seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, isi buku ini adalah daging semua. Pak Faiz memberikan daging di segala sisi, erat dengan referensi sehingga tidak ada pemborosan kata yang berarti.
Hal ini menjelaskan mengapa membaca buku Muhasabah seperti membaca samudera ilmu, dan karena erat, padat, tanpa pemborosan kata, ia bahkan bisa diselesaikan hanya dengan sekali duduk saja. (Meskipun saya habis membacanya setelah beberapa hari).
Saya pun menyukai tampilan bukunya yanng memiliki cover hijau dengan gambar yang...sufistik? Saya tidak tahu apa nama style gambarnya, hanya saja, gambarnya memiliki nilai spiritual yang mana menjelaskan bukunya tentang apa dan bagaimana.
Jika orang membaca buku ini, saya rasa tidak akan ada wali-wali gadungan yang akan menganggap diri memiliki karomah bisa memadamkan api neraka, bisa kentut keluar naga, atau yang lainnya. Pak Faiz, membuat kita merenungi ulang makna karomah, dan menyadari bahwa ternyata, itu termasuk level yang rendah...
Jika ingin lebih dekat kepada Tuhan, kembali ke jalannya atau mungkin sudah malas melakukan maksiat. Membaca buku ini adalah pilihan yang tepat, bahkan untuk kita yang orang awam.
Identitas Buku
Judul : Muhasabah
Penulis : Fahrudin Faiz
Tahun terbit : Mei 2024-Zulkaidah 1445, Cetakan-1
Editor : Wahidian
Penerbit : MJS Press
Halaman : 140 Halaman
Ukuran :13x19 cm
ISBN : 978-623-88285-7-9
Terimakasih sudah membaca.
Posting Komentar
0 Komentar