Review Buku Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru karya Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag

Konten [Tampil]

Review Buku Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru karya Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag

Buku Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru saya rasa perlu dibaca oleh para pendidik atau mahasiswa yang sedang belajar menjadi guru, sebab merekalah yang nantinya akan berperan penting serta menjadi aktor utama dalam dunia yang bernama 'pendidikan'.

Pendidikan, bagaimanapun, adalah kunci utama untuk membangun sebuah bangsa dan negara. Sayangnya, hal ini jugalah yang kerapkali dianaktirikan oleh pemerintah, menyebabkan bangsa dan negara kita tidak pernah bisa kemana-mana.

Di lain sisi, pemerintah kita seringkali menyebut tentang generasi emas dan Indonesia cerah. Namun jika kita bertanya, adakah kemungkinan sebuah bangsa, negara, maupun peradaban berdikari tanpa adanya peran pendidikan? Mustahil.

Bahkan nabi Muhammad Saw. pun diturunkan di negeri jahiliyah untuk melawan 'pembodohan' melalui ayat pertama yang berarti 'bacalah!'.

Identitas Buku

Judul Buku   : Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru

Nama Asli Buku :  Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru

Penulis Buku    : Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag

Penerjemah Buku   : -

Penerbit Buku    : Lkis Pelangi Aksara

Tahun Terbit Buku   : 2015

Jumlah Halaman Buku   : 330 halaman

Ukuran Buku    : 15x5 x 23cm

ISBN Buku   : 978-602-73740-6-5

Genre Buku : Filsafat,

Estimasi Membaca : 1-3 Hari

Rate Buku : 4/5

Harga Buku    : 9.000 - 50.000 Rp

Review Buku Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru karya Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag
Cover Review Buku Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru karya Dr. H. Moch. Tolchah, M.Ag


Sekilas Tentang Sejarah Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sebenarnya muncul pertama kali ketika nabi Muhammad Saw. mendapatkan wahyu di Gua Hira. Perintah 'membaca' adalah perintah universal kepada pengikutnya, yang berarti menelaah maupun mengkaji. Perintah inilah yang diemban nabi, dan melalui perintah inilah nabi Muhammad Saw. melawan pembodohan. 

Tholhah berpendapat, bahwa pendidikan Islam muncul pertama kali seiring dengan adanya perintah tersebut.

Kendati pendidikan memiliki wujud yang banyak, seperti para tawanan perang yang diperintahkan nabi Muhammad Saw. untuk mengajarkan anak-anak, atau bagaimana nabi Muhammad Saw. menjadi pendidikan itu sendiri, namun institusi pendidikan Islam pertama kali setidaknya muncul di zaman Umar bin Khattab.

Melalui pemerintahannya, Umar memberikan titah dengan mengirimkan para guru agar bermukim di masjid-masjid yang ada dalam suatu wilayah, dan melalui hal inilah para guru tersebut mengajarkan tentang Islam, yang kemudian juga mengajarkan tentang disiplin-disiplin ilmu lainnya.

Sementara di Indonesia, peran pendidikan Islam tiada terlepas dari peran Maulana Malik Ibrahim, yang merupakan salah satu tokoh Walisongo yang ada di pulau Jawa. Melalui peran beliau, di kemudian hari Islam mulai dikenal luas dan pendidikan ala pesantren semakin kuat, termasuk ketika melawan penjajahan.

Sebab pendidikan Agama Islam, tiada juga terlepas peran tokoh besar seperti K.H. Hasyim Asyari dan K.H. Ahmad Dahlan. Kedua tokoh inilah yang kemudian membangun sebuah organisasi NU dan juga MU. Tidak lupa juga di NTB muncul tokoh Maulana Syekh dengan organisasi NW.

Tolchah berpendapat, pendidikan Islam mati dalam segi pemikir-pemikir hebat pendidikan. Selain Ki Hajar Dewantara, K.H. Hasyim Asyari, dan K.H. Ahmad Dahlan, pemikir-pemikir pendidikan Islam kepedannya menjadi padam, salah satunya adalah karena kampus tidak mengajarkan secara mendalam perihal tersebut.

Hingga saat ini pendidikan agama Islam menjadi salah satu hal yang krusial untuk bangsa, sebab mengajarkan nilai-nilai Islam itu sendiri, hanya saja kadangkala ia juga mesti bertempur dalam soal kualitas melawan sekolah umum.

Pertempuran itu melahirkan dualisme tujuan pendidikan agama Islam, yang mana mereka mesti mengajarkan keagamaan, dan dilain sisi mesti mengajarkan pengetahuan umum. Hasilnya? Pendidikan agama Islam menjadi tidak efektif karena waktu mengajar keislaman harus terbagi yang berdampak terhadap kurangnya nilai-nilai agama.

Mengapa Pendidikan Kita Tidak Maju-Maju?

Kendati negara kita hampir menuju 1 abadnya, sedikit kemungkinan bahwasanya Indonesia akan cerah atau bangsa akan serta merta menjadi generasi emas. Alasannya sederhana, bahwa pendidikan kita sebenarnya tidak pernah kemana-mana.

Tholcah yang mengamati bagaimana dinamikan pendidikan Islam pasca orde baru menemukan kenyataan bahwa pendidikan kita hanya berjalan di tempat, ia sesungguhnya stagnan, sementara setiap 5 tahun terjadi pergantian kurikulum, namun esensi dari pendidikan itu sendiri terlupakan.

Jika pembaca masih bertanya mengapa pendidikan kita tidak maju-maju, jawabannya sederhana. Bahwasanya pendidikan tidak pernah menjadi kekuatan, ia hanya menjadi 'alat penguasa'. Hingga saat ini belum ada satupun pemerintah yang benar-benar berorientasi kepada pentingnya pendidikan.

Misalnya, pada zaman presiden pertama, Soekarno sangat percaya bahwa politic is power, bahwa kekuatan utama itu ada dalam politik. Hasilnya? Soekarno menjadi sering gonta-ganti kabinet.

Pada masa pemerintahan kedua, Soeharto percaya bahwa economy is power, bahwa kekuatan utama suatu bangsa atau negara adalah ekonominya. Maka pembangunan dibuat sana-sini selama bertahun-tahun, bahkan hingga bertahun-tahun kemudian Soeharto bingung sendiri; kenapa negara menjadi stagnan?

Alasannya sederhana, sebab pendidikan terlupakan. Hasilnya pembangunan dan teknologi yang maju tidak diiringi dengan tingginya kompetensi SDM masyarakat. 

Pembangunan dan teknologi yang maju tanpa adanya kapabilitas masyarakat jelas diibaratkan seperti membuat sebuah alat tanpa satupun orang yang bisa menjalankan alat tersebut.

Pendidikan, hingga saat ini hanya menjadi alat, guru-guru dibayar rendah namun dipaksa bekerja seperti kuda. Lupa bahwa guru juga manusia, sementara mereka adalah aktor terpenting dalam membentuk sebuah negara, mereka membentuk jiwa, kognisi dan raga.

Tanpa mereka, generasi emas hanya akan menjadi generasi ampas. Indonesia cerah hanya akan menjadi Indonesia resah.

Saya akan menutup tulisan ini dengan statement pak Tholchah.

"Sebenarnya bangsa ini tidak miskin harta. Kemiskinan kita terutama kemiskinan hati: tak mau berbagi dan egois.  Efeknya adalah tidak cukup uang untuk pendidikan sehingga anak-anak bangsa ini menjadi bodoh dan karena masalah ini, akibatnya menjadi miskin" hlm. 305

Tertarik? Get the book here : Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru

Posting Komentar

0 Komentar