Biografi Lengkap Ahmad Tohari : Penulis Ronggeng Dukuh Paruk Yang Melegenda

Konten [Tampil]

Biografi Lengkap Ahmad Tohari : Penulis Ronggeng Dukuh Paruk Yang Melegenda

Tulisan ini membahas biografi lengkap Ahmad Tohari penulis Ronggeng Dukuh Paruk yang Melegenda. Membahasnya membutuhkan waktu yang cukup panjang sebab harus croscheck data sana-sini. Tetapi, pada akhirnya biografi lengkap Ahmad Tohari ini jadi juga :)

Secara sekilas, Ahmad Tohari memang dikenal sebagai seorang penulis. Tetapi sebenarnya, ia lebih dari seorang penulis; Tohari adalah seorang sastrawan dan budayawan dari Banyumas yang telah mencatutkan namanya dalam panggung sastrawan dunia.

Peran Tohari dalam kesusastraan Indonesia bisa dilihat dari bagaimana kemampuan Tohari bisa mengangkat nilai kebudayaan yang ada dalam masyarakat Jawa, termasuk pergulatan batin dan dampak politik terhadap masyarakat.

Bagi saya pribadi, Ahmad Tohari memberikan angin segar terhadap sastra di Indonesia melalui kemampuannya dalam melakukan deskripsi narasi. Kemampuan inilah yang saya tiru dalam berbagai tulisan saya.

Hematnya, artikel ini membahas Biografi Ahmad Tohari secara lengkap. Saya menggunakan buku Ensiklopedia Sastra Indonesia Modern sebagai buku acuan serta beberapa sumber pendukung.

Biografi Lengkap Ahmad Tohari


Kehidupan Ahmad Tohari

Ahmad Tohari lahir  pada tanggal 13 Juni 1948 di Tinggarjaya, Kec. Jatilawang, Kab. Banyumas, Provinsi Jawa Tengah dari keluarga santri, Beliau lahir dari keluarga berkecukupan kendati lingkungan masyarakatnya pada masa itu mengalami kelaparan. 

Ayah Ahmad Tohari bernama Muhammad Diryat. Ia merupakan seorang kyai sekaligus pegawai KUA pada masanya, sementara ibu Ahmad Tohari bernama Saliyem, yang merupakan seorang pedagang kain. 

Pada beberapa literatur, memang susah mencari nama ayah dan ibunya Ahmad Tohari. Namun syukurlah Eka Dian Oktaviani sempat melakukan wawancara dengan Ahmad Tohari, sehingga nama ayah dan ibunya bisa diketahui.

Pendidikan Ahmad Tohari

Dalam segi pendidikan, Ahmad Tohari sekolah di SDN Tinggarjaya, dan berdasarkan Ensiklopedia Sastra Modern, Ahmad Tohari tercatat mengantongi ijazah SMAN II Purwokerto yang kemudian dilanjutkan ke ragam fakultas yang diantaranya adalah : 

  1. Fakultas Kedokteran YARSI, Jakarta, tahun 1967-1970. 
  2. Fakultas Sosial Politik (1975-1976)
  3. Fakultas Ekonomi, Universitas Jenderal Sudirman (UNSUD), Purwokerto, 1974—1975.

Dari ketiga perkuliahan tersebut, tidak ada satupun yang diselesaikan oleh Ahmad Tohari. Bahkan pada akhirnya, beliau memilih tetap tinggal di desanya, Tinggarjaya,  dan mengasuh Pondok Pesantren NU Al-Falah. 

Hal yang perlu diketahui tentang Ahmad Tohari adalah bahwasanya ia adalah seorang santri. Nopinta Sigit Widodo menjelaskan bahwasanya Ahmad Tohari pernah menjadi santri di Pesantren Kempek (Cirebon), Lirboyo (Kediri), dan Krapyak (Yogyakarta).

Kendati demikian, ia disebut santri dalam artian bukan sekolah di pondok pesantren secara formal. Nyantri yang dimaksud disini adalah belajar ilmu agama. Hal inilah yang kemudian membuat penulis kesusahan untuk mencari kapan Ahmad Tohari pernah nyantri. Menurut Widodo, dalam penyantriannya ini, Ahmad Tohari sampai dekat dengan Kiai Fuad Hasyim Butet, yang membuat Tohari semakin dekat dengan NU.

Karir Ahmad Tohari

Dalam kehidupan dunia kerja, Ahmad Tohari pernah berkarir sebagai tenaga honorer di BNI 1946 yang bertugas mengurusi majalah perbaikan tahun 1966-1967. Selepas itu beliau bekerja di majalah Keluarga pada tahun 1979-1981, menjadi redaktur pada Harian Merdeka, majalah Amanah, dan majalah Kartini.

Pernikahan Ahmad Tohari

Pada tahun 1970, Ahmad Tohari menikah dengan Siti Syamyiah, seorang guru SD, Melalui pernikahannya ini mereka dikaruniasi 5 orang anak yang kemudian membuat Ahmad Tohari berhenti bertugas sebagai redaktur Harian Merdeka pada tahun 1981 dan fokus mengurus anak karena kecintaannya terhadap anak sendiri. 

Tohari memutuskan berhenti berkarir sebab ingin berkumpul bersama anak dan istrinya di desa. Pilihannya ini barangkali terjadi akibat Ahmad Tohari pernah membawa anaknya ke Jakarta, namun tidak betah.


Kisah Perjuangan Ahmad Tohari Menjadi Seorang Penulis 

Dalam kisah hidupnya, Ahmad Tohari memang telah menyukai dunia tulis menulis. Tulisan pertamanya muncul saat ia masih SMA namun ia menyimpannya di meja belajarnya dan tidak mau mempubliskannya.

Kendati demikian, selepas SMA, yaitu  sekitar tahun 1970-an karya-karyanya mulai dipublikasikan dengan mencoba mengirimkannya ke berbagai media massa. Salah satu titik balik kepenulisannya adalah ketika tulisannya, 'Jasa-Jasa buat Sanwirya' menang dalam lomba cerpen yang diadakan Radio.

Jiwa kepenulisan Ahmad Tohari pun bisa dilihat sebab setelah SMA beliau mampu menerbitkan tulisan-tulisan, bahkan sempat diterbitkan di Kompas. Bahkan selepas kemenangannya itu, Tohari sering mendapatkan prestasi dan kemenangan-kemenangan dalam dunia sastra.

Prestasi, Konflik, dan Karya Ahmad Tohari

Dalam dunia kepenulisan sebenarnya prestasi Ahmad Tohari begitu banyak, salah satunya adalah Ronggeng Dukuh Paruk dan Kubah yang telah diterbitkan dalam bahasa Jepang. Selain itu trilogi Ronggeng Dukuh Paruk juga diterjemahkan kedalam bahasa Belanda dan Jerman untuk pasar Eropa. Melalui prestasi ini, jelas Ahmad Tohari telah membawa sastra Indonesia ke kancah global.

Ronggeng Dukuh Paruk memang adalah masterpiece. Kendati ceritanya sederhana, yaitu kisah seorang penari ronggeng bernama Srintil di sebuah desa yang miskin, namun Tohari memotret dengan apik kebudayaan Banyumas dan gejolak politik yang terjadi kala itu.

Selain itu, kemampuan naratif Ahmad Tohari juga layak diacungi jempol sebab Tohari mampu menggambarkan kondisi alam dengan sangat jelas sekaligus enak dinikmati. Banyaknya prestasi ini jugalah yang kemudian membuat Novel Ronggeng Dukuh Paruk diangkat menjadi sebuah film.

Melalui Garuda Film yang disutradai oleh Yazman Yazid. Dibintangi oleh Enny Beatrice dan Ray Sahetapy, akhirnya novel Ronggeng Dukuh Paruk diangkat dengan judul Darah Mahkota Ronggeng yang publish pada tahun 1983.

Sayangnya, terdapat kontroversi yang dialami Ahmad Tohari, yaitu ia tidak ingin menonton film tersebut akibat skenario filmnya yang menyimpang dari apa yang telah digariskan Tohari. 

Namun Ronggeng Dukuh Paruk kemudian difilmkan kembali dengan judul Sang Penari pada tahun 2011. Disutradai oleh Ifa Isfansyah, film ini membuat Ahmad Tohari bangga dan merasa bahwa novelnya layak difilmkan demikian. Sang Penari mendapatkan banyak pujian dari kritikus, serta memenangi penghargaan. 

Selain Ronggeng Dukuh Paruk, novelnya Di Kaki Bukit Cibalak juga diangkat ke layar lebar, yaitu dalam  bentuk sinetron.

Novel Ahmad Tohari dari Waktu ke Waktu

Berikut novel Ahmad Tohari yang bisa dibaca berdasarkan waktu ke waktu.

  1. Jasa-jasa buat Sanwirya (cerpen, 1977)
  2. Kubah (novel, 1980)
  3. Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982)
  4. Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985)
  5. Jantera Bianglala (novel, 1986)
  6. Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986)
  7. Senyum Karyamin (kumpulan cerpen, 1989)
  8. Bekisar Merah (novel, 1993)
  9. Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995)
  10. Nyanyian Malam (kumpulan cerpen, 2000)
  11. Belantik (novel, 2001)
  12. Orang Orang Proyek (novel, 2002)
  13. Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004)
  14. Ronggeng Dukuh Paruk Banyumasan (novel bahasa Jawa, 2006; meraih Hadiah Sastera Rancagé 2007
  15. Mata yang Enak Dipandang (kumpulan cerpen, 2013)


Cerpen Ahmad Tohari

Semasa hidup, Ahmad Tohari piawai menulis cerpen. Beberapa cerpennya yang kemudian diterbitkan adalah sebagai berikut:

  1. "Tanah Gantungan" dalam Amanah, 28 Desember 92-Januari 1993. 
  2. "Mata yang Enak Dipandang" dalam Kompas, 29 Desember 1991. 
  3. "Zaman Nalar Sungsang" dalam Suara Merdeka, 15 November 1993. 
  4. "Sekuntum Bunga telah Gugur" dalam Suara Merdeka, 7 MeilSSA 
  5. "Di Bawah Langit Dini Hari" dalam Suara Merdeka, 1 November 1993. 
  6. "Pencuri" dalam Pandji Masjarakat, 11 Februari 1985. 
  7. "Orang-Orang Seberang Kali" dalam Amanah, 15 Agustus 1986. 
  8. "Ah, Jakarfa" dalam Pandji Masjarakat, 11 September 1984. 
  9. "Penipu yang Keempat" dalam Kompas, 27 Januari 1991. 
  10. "Warung Panajem" dalam Kompas, 13 November 1994. 
  11. "Kenthus" dalam Kompas, 1 Desember 1985. 
  12. "Rumah yang Terang" dalam Kompas, 11 Agustus 1985. 
  13. "Daruan" dalam Kompas, 19 Mei 1991. 
  14. "Jembatan Ka" dalam Pandji Masjarakat, 11 Juli l985. 


Sekian biografi lengkap Ahmad Tohari, penulis Ronggeng Dukuh Paruk yang Fenomenal. Saya harap biografi ahmad tohari lengkap ini bisa menjawab semua pertanyaan tentang Ahmad Tohari. Pun jika anda tertarik mencari buku, bisa melihatnya di link berikut : Listbook BukuBagus

Terimakasih telah berkunjung ke Buku Bagus! Semoga artikel ini membantu.

Referensi : 

Wikipedia, Ahmad Tohari

Kemdikbud, Enslikopedia Sastra Indonesia Modern, Pusat Bahasa Nasional

Eka Dian Oktaviani, Dalam Wawancara dengan Ahmad Tohari 

Nopinta Sigit Widodo, Ahmad Tohari, Santri Yang Menjadi Sastrawan

Wikipedia, Sang Penari

 

Posting Komentar

0 Komentar