Tere Liye Sampai Dikritik! Review Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita karya Setyaningsih dan Widyanuari Eko Putra!

Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita membawa kita dari satu karya ke karya lainnya dengan melintasi zaman. Dari novel Namaku Asher Lev sampai ke novel The Bridge of Terabithia, sebuah novel yang memang layak dibaca.

Sejujurnya saya jarang menemukan buku yang mengulas buku, hal tersebut membuat buku ini cukup berharga sebab saya yang orang desa mendapatkan rekomendasi novel-novel dari dua pengulas buku yang hebat.

Artikel ini bisa menjelaskan mengapa anda mesti memiliki novelnya juga. Dan jika memang anda mau langsung membelinya, harganya sekitar 35.000-40.000 ribu di Shopee. Anda bisa mengklik link tersebut langsung.

Review Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita karya Setyaningsih dan Widyanuari Eko Putra!


Review Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Well, untuk lebih jelas saya akan mereview buku ini secara komperhensif atau menyeluruh, dan saya rasa tidak adil kalau kita tidak berkenalan dengan penulisnya terlebih dahulu.

Penulis Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Buku Kaum Novel ini ditulis dua orang resensator yang kerap menulis resensi buku, yaitu:

Widyanuari Eko Putra

Widyanuari Eko Putra merupakan salah satu pengurus kelab buku Semarang, yang merupakan perkumpulan unik sebab memberikan perhatian pada buku dan penulis buku kecil di Semarang.

Widyanuari Eko Putra merupakan salah satu resensator buku dan esais yang tulisannya pernah diterbitkan oleh Jagad Abjad dan Kelab Buku. Diantara karya resensi dan esai-nya adalah Usai: Membaca dan Menulis, dan Perihal Nama: Enam Esai Seputar Prosa, Puisi, dan Buku.

Tulisannya kerap tampil di Merdeka, Jawa Pos, dan bahkan Kompas.

Setyaningsih

Setyaningsih merupakan penulis cerita anak, resensator, dan esais. Tulisannya juga kerap muncul di Kompas, Jawa Pos, Merdeka, Berdikaribook, dll. Beberapa karyanya adalah Melulu Buku dan Bermula Buku, Berakhir Telepon.

Mendapatkan penghargaan Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2017.

Bentuk dan Desain Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Desain buku Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita menurut saya casual dan sedikit unik. Menggunakan pewarnaan yang pas disertai gambar perpustakaan dengan banyak buku-buku tebal seukuran raksasa, dan seorang perempuan sedang mencoba mengambilnya.

Pertanyaan mengapa buku di sampul tersebut berukuran raksasa? cukup designer yang tahu, tetapi jika ditafsirkan bisa jadi karena setiap buku memiliki tafsiran yang lebih banyak dibandingkan yang manusia bisa lihat, terlebih novel ini membahas tentang karya sastra.

Btw, bukunya berukuran sedang dengan ukuran 14x20 centimeter. Ringan sehingga bisa dibawa kemanapun.

Berapa BAB Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita?

Halamannya termasuk kategeori pendek sebab berisi 164 halaman. Bab resensi yang ditulis Mas Eko adalah 16 Bab, sementara mbak Setyaningsih menulis 15 Bab. Sehingga bila ditotalkan maka BAB buku ini berjumlah 31 BAB dengan pembahasan yang berbeda-beda.

Sinopsis Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Secara sederhana esai-esai yang ditulis oleh Widyanuari Eko Putra dan Setyaningsih membahas novel- novel yang berpengaruh dan populer di dunia maupun Indonesia.

Nama-nama penulis Ratih Kumala yang kini terkenal sebab novel Gadis Kretek disini muncul dengan novel Wesel Pos miliknya. Penulis lain seperti Azhari Ayyub dengan novel Kura-Kura Berjanggut juga muncul, penulis yang mungkin tidak anda dengar seperti Marianne Katopo juga muncul dengan novelnya, Raumanen.

Sebab bukunya esai, pembahasan bukunya tentatif dari yang klasik sampai ke modern. Ada banyak novel yang dibahas disertai kritikan penulis novel terhadap ideologi maupun kebudayaan. Eko dan Setyaningsih cenderung membuat pembaca lebih sadar akan keinginan setiap penulis novel condong kearah mana.

Dalam pendahuluan yang ditulis Bandung Mawardi, ia mengkritisi dan menyindir bahwa resensator buku kerap berada pada posisi paling akhir sebab jarang dilihat dan dilirik. 

Bisa jadi kritikan tersebut dilontarkan Mawardi sebab melihat bagaimana para resensator buku kerap jarang mendapat panggung, padahal resensator bukulah yang memiliki kelebihan dalam menentukan kualitas bacaan seseorang, sekaligus memacu penulis untuk lebih berbenah dan berkembang.

Apa Poin Utama dan Tema Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita?

Ada banyak poin yang terdapat dalam buku ini sehingga saya sedikit bingung untuk menentukan poin utama buku atau tema buku Kaum Novel ini. Tetapi secara keseluruhan, poin/tema buku untuk buku ini adalah 'Usaha karya sastra dalam memanusiakan manusia'.

Ada beberapa alasan mengapa saya menyebut hal tersebut, diantaranya;

Namaku Asher Lev

"Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apapun di langit atas, atau yang ada di Bumi bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi". Bagi ayah Asher, menggambar tidak ada bedanya dengan membuat patung dan itu artinya sebuah larangan. (hlm. 16)

Asher dan ayahnya merupakan penganut Yahudi Hasidik tulen, dan membuat patung merupakan tindakan yang diharamkan dalam agama mereka. Tetapi Asher lahir dengan bakat sebagai pelukis, ia pandai menggambar, bahkan dijuluki Chagal kecil, yang merupakan salah satu pelukis berpengaruh Yahudi.

Hal tersebut menjadi polemik bathin bagi ayah Asher yang memiliki dogma kuat akan agamanya, bahkan kegalakan ayahnya membuat menggambar sebagai sebuah kebodohan, seperti dalam kutipan berikut:

"Kalau kamu jenius dalam bidang matematika, aku bisa memahaminya. Kalau kamu jenius dalam menulis, aku juga bisa memahaminya. Tetapi seorang jenius dalam melukis adalah kebodohan, dan aku tidak akan membiarkan kebodohan merecoki hidup kita! Kamu mengerti, Asher?!"

Dalam beberapa agama membuat patung dan bahkan menggambar memang tidak diperbolehkan, bahkan konon yang digambar akan dipertanggungjawabkan kelak saat telah meninggal. Memang kerap budaya dan agama cekcok sehingga menimbulkan banyak masalah. Tidak jarang juga orang memutuskan berhenti beragama sebab hal tersebut--dan bahkan--agama kerap dianggap sebagai batu yang menghambat kemajuan.

Surti+Tiga Sawunggaling karya Goenawan Muhammad

Kendati terkenal sebagai seorang penulis, tetapi Goenawan Muhammad tidak pernah menulis novel. Namun saat umurnya telah mencapai 77 tahun, novel pertamanya terlahir dengan judul Surti+Tiga Sawunggaling dan diterbitkan pada tahun 2018.

Perang adalah tema novel tersebut. Perang identik dengan kisah-kisah epik dan heroisme, namun dalam tangan Muhammad, novel perang tersebut berubah bentuk menjelma romansa dan rindu-rindu disertai konflik keluarga.

Mengatasi kerinduan tersebut, Surti membatik dan menggambar burung-burung. Anehnya entah mengapa tiga burung yang ia gambar menggunakan canting menjelma hidup, keluar dari kain, hinggap pada ranting kayu.

Ketiga burung tersebut kemudian kerap memberikan informasi tentang Jen, suaminya di medan perang. Bahkan burung-burung itu sampai memberitakan kelakuan bejat suaminya. "Yang aku lihat ia meletakkan kepalanya ke lutut Jen, dan Jen mengelus-elus rambut tersebut. (hlm. 34)

Melalui hal tersebut siapapun tahu bahwa Goenawan Muhammad tidak hanya sedang menyajikan sebuah novel sejarah, melainkan novel magis. Beliau sedang melepas diri dari novel-novel perang realisme lainnya, dan menjadi layaknya seorang pendongeng.

Laut Bercerita, Leila S. Chudori

Novel ini memang sangat terkenal di tanah air, bahkan sampai diterjemahkan ke bahasa global. Namun dalam resensinya, Setyaningsih membawa kita lebih menyelam akan novelnya, semakin dalam, semakin memahami.

Laut Bercerita dibangun Chudori melalui penggambaran masyarakat literer 90-an yang belum terkontaminasi digital. Melalui novel tersebut digambarkan Mas Laut menyimpan buku-buku Karl Marx, Tan Malaka, dan Pramoedya Ananta Toer secara rahasia di balik lemari dapur. Sementara buku-buku kasual ia letakkan biasa saja. Memang pada zaman tersebut, dapur menyimpan mi instan dan buku sebagai amunisi bertindak.

Ketika Mas Laut mustahil dipulangkan, buku-bukulah sebagai penggerus rasa. Seperti bagaimana Leila S. Chudori berbicara melalui Asmara Jati, adiknya laut:

"Jadi inilah cara bapak mempertahankan ruh Mas Laut dalam dirinya. Dengan membaca kembali buku-buku milik Mas Laut dan mengingat bagaimana dia mengagumi kata, diksi, metafora di dalam buku itu hingga terciptalah jagat yang kemudian terbayang dalam bayangan Mas Laut dan Bapak sebagai pembaca: karya-karya Gabriel Garcia Marquez, Mario Vargas Llosa, Isabelle Anllende semua diletakkan satu baris dan satu jagat." (hlm. 158).


Kelebihan dan Kekurangan Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan Kaum Novel, Ketabahan dan Derita menurut saya setelah membaca habis bukunya dalam kurun waktu 1 minggu, saya akan memulai dari kelebihannya terlebih dahulu.

Kelebihan Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Sebagai seorang penulis dan pembaca, saya merasa bahwa buku ini penting untuk saya sehingga saya bisa mencari buku-buku berkualitas untuk dibaca, bahkan dijadikan referensi.

Gejolak informasi yang semakin mematikan membawa kita kerapkali bingung memilih novel maupun buku apa yang kita inginkan, ditambah dengan marketing dari segala sisi maka pertimbangan kita dalam memilih buku kerapkali mendapat distraksi.

Buku ini setidaknya menjadi salah satu acuan yang sangat baik dalam memilih buku, apalagi untuk mereka yang belum bisa memilih bacaan berkualitas untuk diri mereka sendiri dalam bidang novel dan sastra.

Kekurangan Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Salah pengetikan. Ini sangat fatal. Setidaknya ada dua tempat yang fatal ketika melakukan penulisan, tetapi saya lupa satu, hehe. Mungkin anda akan akan langsung menjudge saya: wajar dong salah, kan manusia? Sok suci lo! 

Tetapi kesalahannya tidak terletak pada penaruhan tanda baca atau kesalahan huruf. Kesalahannya terletak pada hilangnya kelanjutan satu paragraf!

Kesalahan tersebut terletak pada bab-bab akhir, yaitu halaman 156.

Siapa Yang Mesti Membaca Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita?

Sebab buku ini merupakan buku resensi akan sastra dunia, maka orang yang layak membacanya adalah orang yang memiliki kecintaan terhadap sastra, sebab bisa memberikan pandangan baru dan terjadinya asimilasi antara dua pemahaman akan karya sastra.

Buku ini juga cocok bagi pembaca yang ingin mencari novel dan karya sastra untuk dibaca. Sebab buku ini memberikan rekomendasi novel-novel yang layak baca untuk mereka yang memang mengaku 'pembaca sastra'.

Pembaca pemula termasuk cocok untuk membaca buku ini sebab dapat memilih novel-novel untuk dibaca.

Rate Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Buku ini sebenarnya kasual, tidak terlalu istimewa tetapi buku ini memberikan kompas kepada para pembaca sastra untuk memilih buku apa saja untuk dibaca, dan sebab memiliki kebermanfaatan untuk saya pribadi, dan para pembaca awam, saya memberikan rating 4.

Identitas Buku Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Nama Buku   : Kaum Novel, Ketabahan dan Derita

Penulis Buku    : Setyaningsih dan Widyanuari Eko Putra

Penerbit Buku    : Penerbit BasaBasi

Tahun Terbit Buku   : Desember, 2019, cetakan pertama.

Jumlah Halaman Buku   : 164 halaman

Ukuran Buku    : 14x20 Cm

ISBN Buku   : 978-623-7290-48-3

Harga Buku    : 40.000 Rp (original di Shopee)

Terima kasih telah berkunjung ke BukuBagus, terima kasih telah membaca! BukuBagus merupakan website rekomendasi buku, silahkan berlangganan atau tulis di kolom komentar tentang buku yang layak untuk dibaca semua orang. Ayo bantu orang lain menemukan buku yang membuat mereka jatuh cinta akan membaca!

Looking for another book? Check  it on Review Novel - Review Buku at this website!


Posting Komentar

0 Komentar